Disiplin
adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari
serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan,
kesetiaan, ketenteraman, keteraturan, dan ketertiban (Soegeng
Prijodarminto, 1992). Jerry Wyckoff
dan Barbara C. Unel, (1990) mendefinisikan disiplin sebagai suatu
proses bekerja yang mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri.
Dalam kaitannya dengan disiplin kerja, Siswanto (1989)
mengemukakan disiplin kerja sebagai suatu sikap menghormati, menghargai
patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan
tidak mengelak menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan
wewenang yang diberikan kepadanya.
Dari
beberapa pengertian yang diungkapkan di atas tampak bahwa disiplin pada
dasarnya merupakan tindakan manajemen untuk mendorong agar para anggota
organisasi dapat memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku
dalam suatu organisasi, yang di dalamnya mencakup: (1) adanya tata
tertib atau ketentuan-ketentuan; (2) adanya kepatuhan para pengikut; dan
(3) adanya sanksi bagi pelanggar
Pada bagian lain, Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, (1990) menyebutkan bahwa disiplin kerja
adalah kesadaran, kemauan dan kesediaan kerja orang lain agar dapat
taat dan tunduk terhadap semua peraturan dan norma yang berlaku,
kesadaaran kerja adalah sikap sukarela dan merupakan panggilan akan
tugas dan tanggung jawab bagi seorang karyawan. Karyawan akan mematuhi
atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik dan bukan mematuhi tugasnya
itu dengan paksaan. Kesediaan kerja adalah suatu sikap perilaku dan
perbuatan seseorang yang sesuai dengan tugas pokok sebagai seorang
karyawan. Karyawan harus memiliki prinsip dan memaksimalkan potensi
kerja, agar karyawan lain mengikutinya sehingga dapat menanamkan jiwa
disiplin dalam bekerja.
Menurut Wayne Mondy dan Robert
M. Noe (1990) disiplin adalah status pengendalian diri seseorang
karyawan, sebagai tanda ketertiban dan kerapian dalam melakukan
kerjasama dari sekelompok unit kerja di dalam suatu organisasi (someone status selfcontrol as orderliness sign order and accuration in doing cooperation from a group of unit work in a organization)
Jackclass (1991) membedakan disiplin dalan dua kategori, yaitu self dicipline dan social dicipline. Self dicipline
merupakan disiplin pribadi karyawan yang tercermin dari pribadinya
dalam melakukan tugas kerja rutin yang harus dilaksanakan, sedangkan social dicipline adalah pelaksanaan disiplin dalam organisasi secara keseluruhan.
Menurut Daniel M. Colyer. 1991), disiplin pada umumnya termasuk dalam aspek pengawasan yang sifatnya lebih keras dan tegas (hard and coherent).
Dikatakan keras karena ada sanksi dan dikatakan tegas karena adanya
tindakan sanksi yang harus dieksekusi bila terjadi pelanggaran.
Terdapat
dua jenis disiplin dalam organisasi, yaitu : (1) disiplin preventif dan
(2) disiplin korektif (Sondang P. Siagaan, 1996). Disiplin preventif
adalah tindakan yang mendorong para karyawan untuk taat kepada berbagai
ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan
dan prilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi, untuk
mencegah jangan sampai para karyawan berperilaku negatif. Keberhasilan
penerapan pendisiplinan karyawan (disiplin preventif) terletak pada
disiplin pribadi para anggota organisasi. Dalam hal ini terdapat tiga
hal yang perlu mendapat perhatian manajemen di dalam penerapan disiplin
pribadi, yaitu :
Triguno
(2000) menyebutkan bahwa tujuan pokok dari pendisiplinan preventif
adalah untuk mendorong karyawan agar memiliki disiplin pribadi yang
tinggi, agar peran kepemimpinantidak terlalu berat dengan pengawasan, yang dapat mematikan prakarsa, kreativitas serta partisipasi sumber daya manusia.
- Para anggota organisasi perlu didorong, agar mempunyai rasa memiliki organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan merusak sesuatu yang menjadi miliknya.
- Para karyawan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksudkan seyogyanya disertai oleh informasi yang lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif.
- Para karyawan didorong, menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam rangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.
Disiplin korektif
adalah upaya penerapan disiplin kepada karyawan yang nyata-nyata telah
melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal
memenuhi standar yang telah ditetapkan dan kepadanya dikenakan sanksi
secara bertahap. Horald D. Garret. (1994) menyebutkan bahwa bila dalam
instruksinya seorang karyawan dari unit kelompok kerja memiliki tugas
yang sudah jelas dan sudah mendengarkan masalah yang perlu dilakukan
dalam tugasnya, serta pimpinan sudah mencoba untuk membantu melakukan
tugasnya secara baik, dan pimpinan memberikan kebijaksanaan
kritikan dalam menjalankan tugasnya, namun seseorang karyawan tersebut
masih tetap gagal untuk mencapai standar kriteria tata tertib, maka
sekalipun agak enggan, maka perlu untuk memaksa dengan menggunakan
tindakan korektif, sesuai aturan disiplin yang berlaku.
Tindakan
sanksi korektif seyogyanya dilakukan secara bertahap, mulai dari yang
paling ringan hingga yang paling berat. Sayles dan Strauss menyebutkan
empat tahap pemberian sanksi korektif, yaitu: (1) peringatan lisan (oral warning), (2) peringatan tulisan (written warning), (3) disiplin pemberhentian sementara (discipline layoff), dan (4) pemecatan (discharge).
Di
samping itu, dalam pemberian sanksi korektif seyogyanya memperhatikan
tiga hal berikut: (1) karyawan yang diberikan sanksi harus diberitahu
pelanggaran atau kesalahan apa yang telah diperbuatnya; (2) kepada yang
bersangkutan diberi kesempatan membela diri dan (3) dalam hal pengenaan
sanksi terberat, yaitu pemberhentian, perlu dilakukan “wawancara keluar”
(exit interview) pada waktu mana dijelaskan antara lain, mengapa manajemen terpaksa mengambil tindakan sekeras itu.
Burack (1993) mengingatkan bahwa
pemberian sanksi korektif yang efektif terpusat pada sikap atau perilaku
seseorang dalam unit kelompok kerja yang melakukan kesalahan dalam
melakukan kegiatan kerja dan bukan karena kepribadiannya.
Untuk itu, dalam penerapan sanksi korektifhendaknya
hati-hati jangan sampai merusak seseorang maupun suasana organisasi
secara keseluruhan. Dalam pemberian sanksi korektif harus mengikuti
prosedur yang benar sehingga tidak berdampak negatif terhadap moral
kerja anggota kelompok. Ada beberapa pengaruh negatif bilamana tindakan
sanksi korektif dilakukan secara tidak benar, yaitu: (1) disiplin
manajerial, (2) disiplin tim, (3) disiplin diri. (Robert F. Hopkins,
1996). Pengaruh negatif atas penerapan tindakan sanksi korektif yang
tidak benar akan berpengaruh terhadap kewibawaan manajerial yang akan
jadi menurun, demikian juga dalam tindakan sanksi korektif dalam tim
yang tidak benar dapat berakibat terhadap kurangnya partisipasi karyawan
terhadap organisasi, dimana kerja tim akan menjadi tidak bersemangat
dalam melaksanakan tugas kerja samanya, dan menjadi tercerai-berai
karena kesalahan tindakan disiplin tim.
No comments:
Post a Comment